Rabu, 22 Juni 2022

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

 



HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


YAHDINA RUSYDA
11190440000018



Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum yang terkait di Negara ini salah satunya dalam menangani masalah perdata. Jika tidak ada Peradilan Agama entah apa yang terjadi dengan suatu negara tersebut, yang jelas pemerintahan yang berjalan tidak akan seimbang. Akan banyak sekali kekacauan yang terjadi dan tidak akan bisa dikondisikan dengan waktu yang singkat.
Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan di gugat serta ada yang meminta haknya atau pemohon yang sering kita dengar dengan istillah permohonan.

Dalam menghadapi masalah perdata seseorang yang menghadapi masalah bisa mengajukan surat gugatan perdata kepada pengadilan setempat (Pengadilan Agama).
Surat gugatan perdata dan surat permohonan dibuat oleh pengacara atau kantor advokad yang di tunjuk oleh orang yang berpekara dan yang telah di beri kewenangan oleh yang bersangkutan (orang yang berpekara tersebut). Surat ini merupakan permohonan dari pihak penggugat kepada pengadilan untuk menyelenggarakan persidangan antar pihak penggugat dan tergugat terkait kasus yang menimpa pihak penggugat. 

Gugatan harus diajukan secara tertulis oleh penggugat atau kuasanya dan bagi yang buta huruf dapat mengajuakan secara lesan. Surat gugatan harus memuat diantaranya:
1. Identitas para pihak (nama lengkap, gelar, alias, julukan, bin atau binti, umur, agama, pekerjaan, tempat tinggal, dan statusnya sebagai penggugat atau tergugat),
2. Posita atau position (fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara dua belah pihak) dan 
3. petita atau petitum (isi tuntutan). 

Sedangkan untuk surat permohonan tidak jauh beda dengan isi dari surat gugatan yaitu identitas, petita, dan posita. Hanya saja pada surat permohonan tidal dijumpai kalimat “berlawanan dengan”, “duduk perkaranya”, dan “permintaan membayar biaya perkara kepada pihak lain”.

Kelengkapan dari surat gugatan atau surat permohonan
diantaranya:
1. surat permohonan atau gugatan tertulis, kecuali bagi yang buta huruf yang manamenyampaikan ke pada kuasanya atau pada pengadilan agama ke ketua hakim seperti pada kasus gugatan cerai. Surat gugatan atu surat permohonan yang di buat sendiri atau lewat kuasanya di tunjukan ke pengadilan yang berwenang.
2. Foto copy identitas seperti KTP.
3. Vorschot biaya perkara dan bagi yang miskin dapat mengajukan dispensasi biaya dengan membawa surat keterangan miskin dari kelurahan atau kecamatan.
4. Surat keterangan kematian untuk perkara waris.
5. Surat izin dari komandan bagi TNI atau POLRI, surat izin atasan bagi PNS (untuk perkara poligami).
6. Surat persetujuan tertulis dari istri atau istri-istrinya (untuk perkara poligami)
7. Surat keterangan penghasilan (untuk perkara poligami)
8. Salinan atau foto copy akta nikah (untuk perkara gugat cerai, permohonan cerai, gugatan nafkah,istri, dan lain lain).
9. Salinan atau foto copy akta cerai (untuk perkara nafkah iddah, gugatan tentang mut’ah).
10. Surat keterangan untuk bercerai dari kelurahan. 


Kewenangan-kewenagan Peradilan Agama Tentang Gugatan dan Permohonan

Kewenangan relatif atau relative competentie adalah kekuasaan dan wewenangan yang diberikan antara pengadilan dalam lingkungan yang sama atau wewenang yang berhubungan dengan wilayah hukum antara Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama. Misalnya antara Pengadilan Agama Bandung dengan Pengadilan Agama Bogor.

1. Kewenangan relatif perkara gugatan

Pada dasarnya setiap gugatan diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi:
a. Gugatan diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kediaman tergugat.
b. Bila tergugat lebih dari satu orang, maka gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang wilayah hukumnya mengikuti tempat tinggal penggugat.
c. Bila tempat tinggal tergugat tidal di ketahui maka gugatan diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat.
d. Bila objek perkara benda tidal bergerak maka gugatan diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi letak benda tidak bergerak tersebut.
e. Bila suatu akta tertulis domisili pilihan, gugatan diajukan ke pengadilan yang domisilinya dipilih.

Terdapat beberapa pengeculian kewenangan relative perkara gugatan pada Pengadilan Agama diantaranya permohonan cerai talak yang diatur dalam pasal 66 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989 dan perkara gugat cerai yang diatur dalam dalam pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989.

2. Kewenangan relatif perkara pemohonan

Adapun kewenangan relatif dalam perkara-perkara tertentu dalam UU No. 7 Tahun 1989, sebagai berikut:
a. Izin poligami diajukan di Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi kediamannya pemohon.
b. Permohonan dispensasi pernikahan yang salah satu calon mempelai atau keduannya belum cukup umur.
c. Permohonan pencegahan perkawinan di ajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat pelaksanaan perkawinan.
d. Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada

Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau tempat tinggal suami atau istri.
Kewenangan absolut atau absolute competentie adalah kekuasaan yang berhubungan dengan jenis perkara dan sengketa kekuasaan pengadilan. Kekuasaan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu (orang yang beragama Islam). Kekuasaan absolute Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006.

Minggu, 04 November 2018

Memeluk Sang Mentari


Memeluk Sang Mentari
Mentari nampak indah dengan cahayanya yang menyinari bumi. Siang terasa begitu hangat. Lalu malam terasa dingin tanpa adanya sang mentari. Aku sadar keberadaan sang mentari begitu penting dalam kehidupan manusia. Lalu terpikir olehku adakah mentari berarti dalam hidupku? Mentari yang asalnya bukan dari alam semesta tapi mentari yang bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hati.
            “Vina..” sapa salah seorang temanku bernama sinta. Sapaannya membuyarkan lamunanku. “Ngapain disitu? Panas tau, mentang-mentang putih mau berjemur yah biar eksotis kayak aku? Hahahah” sambungnya dengan nada bergurau.
            “Haha, apaan sih. Kan aku lagi nungguin kamu--_-- Gimana? Kamu fix lanjut dimana?”
            “SMAN 1. Kalau kamu?” tanya sinta
            “aku....”
Ya, aku baru saja lulus SMP dan sebentar lagi akan melanjutkan studiku ke jenjang SMA.
---
“Na, kata Abah kamu lanjut dimana?” tanya kakak perempuanku.
“katanya bakal lanjut di Pondok pesantren MAN 2 kak Zia” jawabku
“Oh Masyaallah bagus kalau gitu, nanti ambil jurusan IPA yah” ucap kak Zia memberi saran
“Kata Abah, aku jurusan agama kak.” Ucapku sedikit lesu
“loh kok? Kamu kan lumayan di IPA Na, bagusnya kamu di IPA aja kayak kak Zia.”
“iya aku juga maunya gitu tapi kata Abah aku harus ambil jurusan agama”
Kak Zia pun langsung beranjak dari hadapanku. Kak Zia pun duduk di samping Abah yang sedang berdzikir selepas sholat. Akupun mengintip dari depan pintu kamar.
“Abah.” Buka Kak Zia
“Hmm” jawab abah
“Vina ambil jurusan agama ya?”
“Hmm” jawaban yang sama
“Tapi Vina cocoknya masuk IPA, nilai IPAnya juga bagus-bagus” Kak Zia mencoba menjelaskan.
“Biar dia tau agama” jawab abah singkat
Kak Zia yang dulunya juga pernah bersekolah di pondok hanya terdiam. Latar belakang keluargaku memang religius sehingga pemahaman agama sangat penting bagi kami. Tak seperti teman-temanku yang hidup elit. Mungkin itulah salah satu alasan orang tuaku mengirimku ke pondok pesantren agar kebiasaanku yang mengikuti gaya hidup teman-teman lain bisa berubah dan menjadi lebih religius.
---
            Sampailah aku pada waktu dimana aku harus menjalani kehidupan baru di sekolah baru, asrama baru dan suasana baru. Aku terduduk di atas kasur lalu perlahan terlintas setiap perjalanan hidup yang sempat aku jalani hingga bayangan ku terhenti pada satu momen dimana aku berada di kamar rumah kakekku berdua dengan kak Zia. Mungkin waktu itu sekitar 3 hari sebelum aku diantar menuju asrama ini. Kak Zia berbicara denganku.
“Na, kita beruntung punya orang tua seperti Ummi dan Abah. Allah kirimkan kita orang tua yang hebat, dan bersyukurlah kita menjadi anak yang dilahirkan dari rahim Ummi dengan latar belakang keluarga yang religius. Kalau Vina mau tau sejarah orang tua kita, Vina bisa lihat buku album Abah, disana Abah merekam sejarahnya dalam bentuk tulisan. Kalau mau tau sejarah tentang Ummi kita punya tante Ima untuk ditanya. Sungguh saat tau tentang sejarah Ummi dan Abah akan ada rasa haru dan syukur yang teramat. Jangan pernah menyesal lahir dalam keluarga kita saat ini.”
Aku terduduk dan terdiam sejenak di sudut ruangan. “Aku tidak pernah menyesal kak Zia”
“Sekarang saatnya untuk kita mengukir sejarah kita masing-,masing Na.”
Rasanya mulutku tidak bisa banyak berkomentar mendengar setiap ucapan kak Zia.
“Na, sekarang kamu akan masuk pondok. Kak Zia juga sudah kuliah. Lalu setelah ini kamu akan lanjutkan kuliahmu, dan kalau Allah takdirkan setelah kuliah kak Zia akan menikah. Bila dipikirkan, maka kesempatan kita untuk berkumpul bersama seperti dulu tidak akan ada lagi. Kak Zia selalu menginginkan kebersamaan kita yang seperti dulu. Tapi inilah hidup, waktu terus berjalan”
Perlahan air mata rasanya membasahi pipiku, begitu juga dengan kak Zia.
“Satu-satunya tempat berkumpul yang paling indah adalah akhirat, tentunya di Syurga. Maka Na, di pondok nanti hafalkanlah AL-Qur’an. Bukankah ketika kita menghafalkan Al-Qur’an kita berhak menggandeng keluarga kita di akhirat nanti? Karenanya berjuanglah di pondok wahai adikku. Begitu juga dengan kak Zia. Kak Ziapun akan berjuang agar kita bisa berkumpul di akhirat kelak insyaallah. Semoga Allah menjadikan anak-anak Ummi dan Abah sebagai seorang hafidz dan hafidzah sholeh dan sholehah. Do’akan juga adek Aris.”
Aku tak bisa berkata-kata hanya air mata yang mengalir pada pipiku. Inilah Sunnatullah kehidupan. Semoga Allah perkenankan kami untuk bersama lagi di akhirat. Aamiin Allahumma Aamiin.
Lamunanku pun buyar mendengar suara Adzan magrib. Akupun beranjak mengambil air wudhu, betapa segarnya tiap tetesan air yang mengalir di wajahku. Sampai pada saat aku terduduk di atas sejadahku menghadap pada sang Khalik, air mataku perlahan menetes. Kenapa aku harus mencari mentari itu kemana-mana? Harusnya aku sadar, mentari itu ada dekat denganku, tepatnya dalam hati. Ada pada rasa syukur kita menerima segala takdir Allah. Maka ketenanganlah yang didapatkan dan kebahagiaanpun kan mengikuti. Tangankupun ku tengadahkan setinggi-tingginya meminta pada Sang Khalik Rabbi perkenankan diriku berbahagia dalam nikmatNya agamaMu. Sungguh diriku bersyukur tlah kau hadirkan dalam keluarga yang selalu mengingatkanku padaMu, lantas Engkau izinkan pula aku tuk mengenalMu lebih jauh. Rabbi maka ku mohon pertemukanlah aku bersama keluarga ku lagi kelak. Aamiin Allahumma Aamiin.
Seketika tangankupun beranjak mengambil Al-Qur’an yang sedari tadi berada di ujung kanan sejadahku. Ku raih lalu kupeluk. Wahai hati, engkaulah mentariku, maka izinkanku memelukmu dengan Kalam Allah ini. Kan ku hafalkan Al-Qur’an ini agar tenang yang kau rasa dan bahagia yang kau dapat. Bertahanlah wahai mentariku, bersabarlah agar bisa diriku raih syurga dan kugandeng keluarga ku.
---