Minggu, 04 November 2018

Memeluk Sang Mentari


Memeluk Sang Mentari
Mentari nampak indah dengan cahayanya yang menyinari bumi. Siang terasa begitu hangat. Lalu malam terasa dingin tanpa adanya sang mentari. Aku sadar keberadaan sang mentari begitu penting dalam kehidupan manusia. Lalu terpikir olehku adakah mentari berarti dalam hidupku? Mentari yang asalnya bukan dari alam semesta tapi mentari yang bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hati.
            “Vina..” sapa salah seorang temanku bernama sinta. Sapaannya membuyarkan lamunanku. “Ngapain disitu? Panas tau, mentang-mentang putih mau berjemur yah biar eksotis kayak aku? Hahahah” sambungnya dengan nada bergurau.
            “Haha, apaan sih. Kan aku lagi nungguin kamu--_-- Gimana? Kamu fix lanjut dimana?”
            “SMAN 1. Kalau kamu?” tanya sinta
            “aku....”
Ya, aku baru saja lulus SMP dan sebentar lagi akan melanjutkan studiku ke jenjang SMA.
---
“Na, kata Abah kamu lanjut dimana?” tanya kakak perempuanku.
“katanya bakal lanjut di Pondok pesantren MAN 2 kak Zia” jawabku
“Oh Masyaallah bagus kalau gitu, nanti ambil jurusan IPA yah” ucap kak Zia memberi saran
“Kata Abah, aku jurusan agama kak.” Ucapku sedikit lesu
“loh kok? Kamu kan lumayan di IPA Na, bagusnya kamu di IPA aja kayak kak Zia.”
“iya aku juga maunya gitu tapi kata Abah aku harus ambil jurusan agama”
Kak Zia pun langsung beranjak dari hadapanku. Kak Zia pun duduk di samping Abah yang sedang berdzikir selepas sholat. Akupun mengintip dari depan pintu kamar.
“Abah.” Buka Kak Zia
“Hmm” jawab abah
“Vina ambil jurusan agama ya?”
“Hmm” jawaban yang sama
“Tapi Vina cocoknya masuk IPA, nilai IPAnya juga bagus-bagus” Kak Zia mencoba menjelaskan.
“Biar dia tau agama” jawab abah singkat
Kak Zia yang dulunya juga pernah bersekolah di pondok hanya terdiam. Latar belakang keluargaku memang religius sehingga pemahaman agama sangat penting bagi kami. Tak seperti teman-temanku yang hidup elit. Mungkin itulah salah satu alasan orang tuaku mengirimku ke pondok pesantren agar kebiasaanku yang mengikuti gaya hidup teman-teman lain bisa berubah dan menjadi lebih religius.
---
            Sampailah aku pada waktu dimana aku harus menjalani kehidupan baru di sekolah baru, asrama baru dan suasana baru. Aku terduduk di atas kasur lalu perlahan terlintas setiap perjalanan hidup yang sempat aku jalani hingga bayangan ku terhenti pada satu momen dimana aku berada di kamar rumah kakekku berdua dengan kak Zia. Mungkin waktu itu sekitar 3 hari sebelum aku diantar menuju asrama ini. Kak Zia berbicara denganku.
“Na, kita beruntung punya orang tua seperti Ummi dan Abah. Allah kirimkan kita orang tua yang hebat, dan bersyukurlah kita menjadi anak yang dilahirkan dari rahim Ummi dengan latar belakang keluarga yang religius. Kalau Vina mau tau sejarah orang tua kita, Vina bisa lihat buku album Abah, disana Abah merekam sejarahnya dalam bentuk tulisan. Kalau mau tau sejarah tentang Ummi kita punya tante Ima untuk ditanya. Sungguh saat tau tentang sejarah Ummi dan Abah akan ada rasa haru dan syukur yang teramat. Jangan pernah menyesal lahir dalam keluarga kita saat ini.”
Aku terduduk dan terdiam sejenak di sudut ruangan. “Aku tidak pernah menyesal kak Zia”
“Sekarang saatnya untuk kita mengukir sejarah kita masing-,masing Na.”
Rasanya mulutku tidak bisa banyak berkomentar mendengar setiap ucapan kak Zia.
“Na, sekarang kamu akan masuk pondok. Kak Zia juga sudah kuliah. Lalu setelah ini kamu akan lanjutkan kuliahmu, dan kalau Allah takdirkan setelah kuliah kak Zia akan menikah. Bila dipikirkan, maka kesempatan kita untuk berkumpul bersama seperti dulu tidak akan ada lagi. Kak Zia selalu menginginkan kebersamaan kita yang seperti dulu. Tapi inilah hidup, waktu terus berjalan”
Perlahan air mata rasanya membasahi pipiku, begitu juga dengan kak Zia.
“Satu-satunya tempat berkumpul yang paling indah adalah akhirat, tentunya di Syurga. Maka Na, di pondok nanti hafalkanlah AL-Qur’an. Bukankah ketika kita menghafalkan Al-Qur’an kita berhak menggandeng keluarga kita di akhirat nanti? Karenanya berjuanglah di pondok wahai adikku. Begitu juga dengan kak Zia. Kak Ziapun akan berjuang agar kita bisa berkumpul di akhirat kelak insyaallah. Semoga Allah menjadikan anak-anak Ummi dan Abah sebagai seorang hafidz dan hafidzah sholeh dan sholehah. Do’akan juga adek Aris.”
Aku tak bisa berkata-kata hanya air mata yang mengalir pada pipiku. Inilah Sunnatullah kehidupan. Semoga Allah perkenankan kami untuk bersama lagi di akhirat. Aamiin Allahumma Aamiin.
Lamunanku pun buyar mendengar suara Adzan magrib. Akupun beranjak mengambil air wudhu, betapa segarnya tiap tetesan air yang mengalir di wajahku. Sampai pada saat aku terduduk di atas sejadahku menghadap pada sang Khalik, air mataku perlahan menetes. Kenapa aku harus mencari mentari itu kemana-mana? Harusnya aku sadar, mentari itu ada dekat denganku, tepatnya dalam hati. Ada pada rasa syukur kita menerima segala takdir Allah. Maka ketenanganlah yang didapatkan dan kebahagiaanpun kan mengikuti. Tangankupun ku tengadahkan setinggi-tingginya meminta pada Sang Khalik Rabbi perkenankan diriku berbahagia dalam nikmatNya agamaMu. Sungguh diriku bersyukur tlah kau hadirkan dalam keluarga yang selalu mengingatkanku padaMu, lantas Engkau izinkan pula aku tuk mengenalMu lebih jauh. Rabbi maka ku mohon pertemukanlah aku bersama keluarga ku lagi kelak. Aamiin Allahumma Aamiin.
Seketika tangankupun beranjak mengambil Al-Qur’an yang sedari tadi berada di ujung kanan sejadahku. Ku raih lalu kupeluk. Wahai hati, engkaulah mentariku, maka izinkanku memelukmu dengan Kalam Allah ini. Kan ku hafalkan Al-Qur’an ini agar tenang yang kau rasa dan bahagia yang kau dapat. Bertahanlah wahai mentariku, bersabarlah agar bisa diriku raih syurga dan kugandeng keluarga ku.
---

41 komentar:

  1. MasyaAllah...tulisan yg sangat bagus dibaca oleh anak2 pondok biar lebih semangat menghafal KalamNya...

    BalasHapus
  2. pround of you dekku sayang, tulisannya bagusπŸ’•

    BalasHapus
  3. pround of you dekku sayang, tulisannya bagusπŸ’•

    BalasHapus
  4. mantap!! kembangin trs bakatnya dek

    BalasHapus
  5. Masyaallah bagus banget tulisanya

    BalasHapus
  6. Bagusss πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  7. Bagus bener dek sukaaaa semangat buat terus menginspirasi ya

    BalasHapus
  8. Seandainya ada aku di dalam tulisan itu :v

    BalasHapus
  9. Kereeen masyallah sukses πŸ‘

    BalasHapus
  10. Sukses selalu πŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus
  11. MasyaaAllah ceritnya sampai ke hati dek❤️
    Terus semangat menulis����

    BalasHapus
  12. Kak yahdina makan kanji kak yahdina ji

    BalasHapus
  13. Indahnya anak2 yg sekolah di pondok pesantren bisa berfikir demikian, semoga menjadi inspirasi buat anak2 yg lain..

    BalasHapus
  14. Masyaallah bagusnya yahdina. Smangaaaattt nulis

    BalasHapus
  15. Maasyaallah keren deh, kembangkan dek !

    BalasHapus
  16. Semangat terus kembangkan biar jadi penulis sejati yg selalu bisa berbagi

    BalasHapus
  17. MantapπŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  18. Semangat πŸ‘πŸ˜‰

    BalasHapus
  19. terus berkarya dek πŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus